Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Sabtu, 04 Mei 2013

Review Jurnal Aspek Hukum dalam Ekonomi (3)


Review 3 : Pembahasan

Implementasi Perluasan Istilah
Tender dalam Pasal 22 UU
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Prakt ik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.

2.      Putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2004 tentang Divestasi Dua Unit Tanker Very Large Crude Carrier PT. Pertamina

Perkara kasus penjualan dua unit tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) Nomor Hull 1540 dan 1541 milik PT Pertamina (selanjutnya divestasi VLCC)31 pada awalnya dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2004 karena adanya dugaan korupsi.32 Namun sebelum KPK menyelesaikan menyelesaikan penyelidikannya, KPPU telah memutus bersalah adanya praktik diskriminasi terhadap
pelaku usaha tertentu dan persekongkolan tender oleh para pihak yang terlibat dalam divestasi VLCC

KPPU melakukan pemeriksaan terhadap divestasi VLCC berdasarkan laporan ke KPPU tanggal 29 Juni dan 9 Juli 2004, terkait adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dalam proses tender divestasi VLCC, yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero - Terlapor I, selanjutnya Pertamina), Goldman Sachs, Pte (Singapore – Terlapor II, selanjutnya Goldman Sachs), Frontline, Ltd. (Terlapor III), PT Corfina Mitrakreasi (Terlapor IV, selanjutnya Corfina), dan PT Perusahaan Pelayaran Equinox (Terlapor V, selanjutnya Equinox). Indikasi yang dilaporkan adalah: pertama, penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger tidak dilakukan melalui proses tender terbuka. Kedua, tidak ada urgensi yang dapat membenarkan penunjukkan langsung Goldman Sachs. ketiga, proses penentuan pemenang divestasi VLCC ditetapkan melalui penilaian yang tidak jelas dan tidak konsisten.34

Penunjukan konsultan (financial advisor dan arranger) divestasi VLCC menjadi embrio persekongkolan tender. Pada saat Goldman Sachs ditunjuk sebagai financial advisor dan arranger, Pertamina telah mempunyai konsultan untuk divestasi VLCC yaitu PT Bahana Securities. Pada 23 Maret 2004, Japan Marines memenangkan tender sebagai konsultan studi kelayakan. Namun pada 10 Mei 2004, PT Bahana Securities diberhentikan dari tugasnya. Pemberhentian tersebut diduga berkaitan dengan penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger pada 23 April 2004.

Penunjukan Goldman Sachs tersebut tidak melalui tender karena adanya alasan mendesak. Padahal, menurut Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina No. 077/C0000/2000/SO tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pertamina/KPS/JOB/TAC (selanjutnya SK 077), metode pengadaan barang/jasa di Pertamina dapat dilakukan dengan cara pelelangan, pemilihan langsung, penunjukan langsung, dan swakelola. Definisi ‘keadaan mendesak’ menurut Bab IV huruf A angka 3 huruf c angka 10 SK 077 adalah pekerjaan yang sifatnya mendadak (di luar rencana) yang apabila tidak dilaksanakan akan mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Divestasi VLCC sudah direncanakan sejak 6 April 2004, sehingga penunjukan financial advisor dan arranger bukan pekerjaan yang bersifat mendadak. Selain itu, tidak ada ancaman kerugian yang lebih besar apabila tidak dilakukan dengan metode pengadaan barang/jasa yang lebih kompetitif, terutama mengingat pengadaan barang/jasa untuk financial advisor dan arranger bernilai di atas Rp. 200.000.000,- atau US$ 20.000. Dengan demikian, penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger yang tidak melalui pelelangan adalah melanggar SK 077.

Pada April 2004, berdasarkan rekomendasi yang diberikan Goldman Sachs, Direksi Pertamina memutuskan untuk menjual secara putus atas dua unit VLCC dan membentuk Tim Divestasi.36 Goldman Sachs kemudian mengundang 43 potential bidder. Sampai dengan 25 Mei 2004 pukul 13.00 waktu Singapura, terdapat beberapa perusahaan yang memasukkan penawaran, terdiri dari enam perusahaan yang termasuk dalam daftar undangan dan satu perusahaan yang tidak diundang. Keenam perusahaan itu adalah OSG, Equinox/Frontline, Equinox/Toepfer Transport, Equinox/Worldwide Shipping, Simpson Spencer & Young/Essar Shipping, Ltd., dan Viking Holiday/Euronav Luxemburg. Sementara satu perusahaan yang tidak diundang adalah Equinox/Dorian (Hellas) SA.

Pembukaan bid pertama dilakukan di kantor Goldman Sachs (Singapura) pada 25 Mei 2004 dengan dihadiri oleh seluruh peserta, Pertamina, ketua dan beberapa anggota Tim Divestasi Pertamina, serta notaris. Hasil evaluasi Goldman Sachs atas penawaran pertama yang dipresentasikan di kantor Pertamina pada 26 Mei 2004, terdapat empat potential bidders, yaitu Essar, Frontline, OSG, dan Worldwide Shipping. Namun menurut Direksi Pertamina hanya terdapat tiga potential bidder, yaitu Essar (US$ 183 juta), Frontline (US$ 175 juta), dan OSG (US$ 162 juta).

Setelah penawaran pertama, dilakukan enhancement bid dengan batas waktu paling lambat 7 Juni 2004 pukul 13.00 waktu Singapore. Pembukaan enhancement bid dilakukan pada waktu tersebut tanpa dihadiri oleh Tim Divestasi Pertamina. Harga penawaran dari shortlisted bidder adalah Essar US$ 183,5 juta, Frontline US$ 178 juta, dan OSG US$ 170 juta.

Tabel 1:
Hasil Penilaian Goldman Sachs Atas Enhancement Bid37

Bidder
Price US$

Complience
with Payment
Terms

Proof of
Financing
Reputation/
Profile
Total


80%
10%
5%
5%
100%

Essar
183,5 juta
(80%)
7,5%
4%
4%
95%

Frontline
178 juta
(78%)
10%
5%
5%
98%

OSG
162 juta
(74,1%)
10%
5%
5%
94,1%



Rendahnya nilai Essar terletak pada aspek complience with payment terms, yaitu adanya keraguan mengenai kemampuan membayar down payment sebesar 20%. Kemudian pada 8 Juni 2004, Direksi Pertamina memerintahkan Goldman Sachs untuk mengirimkan surat kepada Essar guna menanyakan kemampuannya dalam membayar down payment. Direksi Pertamina memutuskan apabila ada konfirmasi dari Essar, maka Essar akan ditetapkan sebagai pemenang. Atas klarifikasi yang dilakukan Goldman Sachs, Essar memberikan jawaban melalui fax tertanggal 8 Juni 2004 kepada Direktur Utama Pertamina dengan tembusan kepada Goldman Sachs, yang isinya menyatakan Essar dapat memasukkan down payment paling cepat dalam waktu sepuluh hari kerja bank. Fax diterima oleh Goldman Sachs, namun Pertamina tidak pernah menerimanya. Konfirmasi dari Essar menjadi urgen untuk mengungkap adanya persekongkolan tender. Ketika Tim Divestasi menanyakan tentang konfirmasi dari Essar, Goldman Sachs
menjawab bahwa konfirmasi tersebut belum diterima.

 Pada 9 Juni 2004 pukul 19.55 WIB (6.55 PM waktu Singapura), Nick Froude (salah seorang staf Equinox) mengirimkan e-mail kepada Frontline yang pada intinya menyatakan belum adanya kesepakatan mengenai harga VLCC dengan melampirkan draf Sale and Purchase Agreement (SPA) penawaran kedua. Kemudian, di hari yang sama, sekitar pukul 21.00, Equinox mengirimkan penawaran ketiga dari Frontline senilai US$ 184 juta, sehingga merubah posisi Frontline menjadi tertinggi baik dari sisi harga dan total skor. Kemudian dalam rapat tanggal 10 Juni 2004,39 Goldman Sachs menyatakan Frontline sebagai pemenang tender. Pada kesempatan itu, Direktur Pertamina menanyakan kemungkinan memberikan kesempatan yang sama kepada Essar dan OSG untuk memasukkan penawaran ketiga. Namun hal tersebut “ditolak” oleh Goldman Sachs dengan alasan bahwa apabila hal tersebut dilakukan, maka tidak cukup waktu untuk menyelesaikan tender sampai dengan Juni 2004.40 Dalam hal ini, Goldman Sachs telah menetapkan standar ganda. Alasan tidak cukup waktu adalah tidak tepat karena ada rentang waktu dua hari antara penawaran kedua dan ketiga41 dari Frontline, sehingga dimungkinkan bagi Essar dan OSG untuk juga memasukkan penawaran ketiga. Pernyataan Goldman Sachs bahwa penawaran Frontline merupakan penawaran optimal yang dapat diterima Pertamina bertentangan dengan fakta bahwa nilai penawaran Frontline lebih rendah dari Essar dengan selisih US$ 8 juta pada penawaran pertama dan US$ 5,5 juta pada penawaran kedua. Ini artinya, penawaran pertama dan kedua Frontline tidak pernah sama atau melebihi penawaran Essar. Selisih harga penawaran yang hanya terpaut US$ 500 ribu membuat Tim Divestasi mengeluarkan pernyataan kemungkinan adanya kebocoran atas harga penawaran Essar. Tidak ada reaksi dari Pertamina atas kecurigaan tersebut, Pertamina tetap memutuskan Frontline sebagai pemenang tender divestasi VLCC berdasarkan penawaran ketiga Frontline.

Perkara tersebut oleh KPPU dianggap merupakan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persekongkolan Tender. Sementara itu, dalam Penjelasannya dinyatakan, bahwa tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Jika  ditinjau secara sempit, maka tender divestasi VLCC tidak termasuk dalam cakupan pengertian tender, karena hal tersebut merupakan kegiatan penjualan barang dan bukan kegiatan tender pengadaan barang dan jasa.42 Tender divestasi VLCC juga tidak termasuk dalam ketentuan Keppres No. 80/2003,43 karena pelaksanaannya tidak menggunakan biaya APBN/APBD. Namun demikian, Penjelasan Pasal 22 tersebut tidak memberikan batasan dan tidak menjelaskan maksud pengadaan barang. Penafsiran yang luas istilah tender dalam perkara di atas memperlihatkan bahwa divestasi VLCC termasuk dalam kategori tender, dimana Pedoman Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 memberikankan batasan luas tentang istilah tender.

Review Jurnal Aspek Hukum dalam Ekonomi (2)


Review 2 : Pembahasan

Implementasi Perluasan Istilah
Tender dalam Pasal 22 UU
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Prakt ik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.

1.      Putusan KPPU No. 03/KPPU-I/2002 tentang Perkara Divestasi Saham dan Convertible Bonds PT. Indomobil Sukses Internasional

Perkara ini berawal ketika PT Salim Group harus menyelesaikan utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pelunasan utang dilakukan dengan cara penyerahan aset Salim Group kepada BPPN, salah satunya adalah aset PT Indomobil Sukses Internasional (selanjutnya PT IMSI). Semua aset yang berwujud dari PT IMSI tersebut dikelola oleh PT Holkido Perkasa (selanjutnya PT Holkido).19 Pada tanggal 20 November 2001, melalui surat kabar Bisnis Indonesia dan The Jakarta Post, PT Deloitte & Touche FAS (selanjutnya PT DTT) bertindak atas nama BPPN dan PT Holkido,20 mengumumkan akan menjual seluruh kepemilikan saham PT Holkido di PT IMSI dan conververtible bonds21 yang diterbitkan PT Holkido dan BPPN.22 Kemudian adanya pemberitaan di beberapa media massa yang terbit pada bulan Desember 2001 dan beberapa edisi kemudian tentang adanya kejanggalan dalam proses tender divestasi saham PT IMSI, membuat KPPU berinisiatif untuk melakukan pemeriksaan. Kejanggalan tersebut di antaranya adalah harga yang dianggap terlalu rendah, jangka waktu pelaksanaan tender yang singkat, jumlah peserta tender yang terbatas, dan adanya pelanggaran prosedur.23

Atas informasi tersebut, KPPU membentuk Tim Monitoring dan berdasarkan hasil monitoring diputuskan untuk melakukan Pemeriksaan Pendahuluan pada 4 Februari 2002 sampai dengan 19 Maret 2002. Dalam pemeriksaan pendahuluan, KPPU telah mendengar keterangan dari PT Holkido Perkasa (Terlapor I), PT Trimegah Securities (Terlapor II), dan PT Cipta Sarana Duta Perkasa (Terlapor III). Selain itu, KPPU juga mendengar keterangan saksi-saksi, yaitu BPPN, PT DTT, PT Bhakti Asset Management (PT BAM), PT Alpha Securitas Indonesia (PT ASI), PT Bank Danamon Indonesia, Pranata Hajadi, PT Pricewaterhouse Coopers (PT PWC).

Dari hasil pemeriksaan pendahuluan ditemukan adanya indikasi pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 sehingga kemudian dilakukan Pemeriksaan Lanjutan dan kemudian menetapkan untuk meningkatkan status saksi Pranata Hajadi, PT. MMI, Parallax Capital Management, PT BAM dan PT ASI masing-masing menjadi Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII dan Terlapor IX. Kemudian dari hasil pemeriksaan 170 surat dan dokumen serta saksi-saksi, KPPU menemukan adanya persekongkolan dalam pelaksanaan tender24 penjualan saham Indomobil.

Sinyalemen persekongkolan dalam pelaksanaan tender penjualan saham Indomobil dapat terlihat ketika BPPN dan PT Holdiko tetap menerima penyerahan dokumen final bid (penawaran akhir) dari PT CSDP, meskipun penyerahannya melebihi batas waktu yang telah ditetapkan, dan menerima PT CSDP sebagai pemenang meskipun mengetahui telah terjadi perubahan total pemegang saham PT CSDP berikut komisaris dan direksinya. Padahal, sesuai ketentuan tidak diperbolehkan ada perubahan apa pun selama 60 hari terhitung sejak batas akhir waktu penawaran tanggal 4 Desember 2002. BPPN juga tetap menerima PT BAM sebagai peserta tender. Padahal, PT. BAM baru menandatangani Confidentiality Agreement tanggal 3 Desember 2001, sementara batas waktu penawaran tanggal 4 Desember 2001. Sementara peranan Trimegah adalah membantu PT CSDP mendapatkan Info Memo, prosedur pengajuan penawaran, draf Conditional Share Purchase and Loan Transfer Agreement (CSPLTA) kepada PT CSDP. Seharusnya PT CSDP tidak berhak mendapatkannya, karena tidak menandatangani Confidentiality Agreement. Tidak hanya itu, PT Trimegah juga memberi kemudahan kepada Pranata Hajadi, yang sebelumnya menjadi investor tunggal PT ASI, untuk menjadi investor PT CSDP, sebelum PT CSDP dinyatakan sebagai pemenang tender. Pranata Hajadi adalah juga Direktur Utama PT Eka Surya Indah Pratama (PT ESIP), anggota grup dari PT Trimegah. PT ESIP disiapkan oleh PT Trimegah untuk pengambilalihan perusahaan lain. Demikian juga PT CSDP. Dengan kata lain, PT CSDP, PT ESIP, dan PT Trimegah adalah satu grup.25

Kejanggalan lain dalam proses penawaran saham tersebut adalah adanya pengajuan permintaan one to one meeting dalam waktu yang hampir bersamaan dari PT ASI dan PT Trimegah, guna membicarakan mark up terhadap CPSLTA antara tanggal 30 dan 31 November 2001, berupa antara lain penghilangan escrow account, peniadaan bid deposit tambahan sebesar 50 miliar rupiah, dan penghilangan persyaratan mengenai “any of their affiliates and their related parties”.26

Akhirnya pada 4 Desember 2001, pihak penjual telah memberitahukan PT CSDP secara verbal bahwa perusahaan tersebut merupakan calon pemenang tender,27 padahal pengumuman tender baru dilakukan pada 5 Desember 2001. pengumuman pemenang tender tersebut juga menimbulkan permasalahan mengingat belum mendapatkan rekomendasi secara resmi oleh Deputi Ketua Asset Management Investment dan Deputi Ketua Risk Management. Kedua Deputi tersebut baru memberikan rekomendasi persetujuan pemenang tender pada 10 dan 11 Desember 2001.

Dalam putusan perkara Indomobil, KPPU telah “memperluas” pengertian tender dengan mempertimbangkan bahwa tawaran mengajukan harga meliputi tawaran untuk pembelian dan tawaran untuk penjualan, di mana cakupan ‘barang’ meliputi barang berwujud (tangible) dan barang tidak berwujud (intangible). Pengertian tersebut berbeda dengan pengertian tender menurut Penjelasan Pasal 22. Cakupan tender dalam Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas pada tender untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang, atau penyediaan jasa. Jadi lazimnya, dalam pengertian tender di sini adalah siapa yang dapat mengajukan harga penawaran terendah yang akan ditetapkan menjadi pemenang. Sebaliknya, dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT IMSI, yang ditetapkan sebagai pemenang adalah peserta tender yang mengajukan penawaran tertinggi, dalam hal ini adalah PT CSDP. Adanya perbedaan ini yang membuat sebagian kalangan berpendapat bahwa KPPU tidak memiliki otoritas untuk melakukan pemeriksaan terhadap masalah tender penjualan saham, karena saham bukan merupakan barang dan atau jasa.28

Uraian perkara di atas menunjukkan, bahwa pengajuan penawaran harga dalam divestasi saham dan convertible bonds PT IMSI adalah termasuk dalam kategori tender. Hal ini sesuai dengan pengertian tender yang telah diperluas dalam Pedoman Pasal 22 yang menyatakan, bahwa selain adanya pernyataan memborong dan/atau mengadakan, juga terdapat pernyataan membeli dan menjual, untuk lebih jelasnya dalam Pedoman Pasal 22, pengertian tender tersebut mencakup mencakup tawaran untuk:
a.       memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.
b.      mengadakan barang dan atau jasa.
c.       membeli suatu barang dan atau jasa
d.      menjual suatu barang dan atau jasa
e.        
KPPU berpendapat bahwa tender merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok tender, yaitu memperoleh penawaran harga terendah atas barang dan jasa dengan kualitas terbaik dalam kegiatan tender pembelian dan atau memperoleh harga tertinggi dalam tender penjualan.29 Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalah transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas, proses penilaian, serta non-diskriminatif.

Salah satu manifestasi prinsip transparansi adalah pelaksanaan tender melalui penawaran umum. Prinsip ini sebenarnya telah dipenuhi dalam penjualan saham PT IMSI, yaitu dibuktikan dengan disebarkannya 135 undangan kepada calon investor oleh Holkido, di samping melakukan press conference serta memasang iklan di koran serta memuatnya di website. Ini menunjukkan bahwa PT Holkido telah membuka kesempatan bagi masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Namun waktu pelaksanaan tender yang terlalu singkat, telah berimplikasi untuk menghambat masuknya calon peserta tender yang lain, sehingga menghilangkan
prinsip kompetisi dalam tender.
Sementara pelanggaran terhadap prinsip proses penilaian dan nondiskriminatif dapat dilihat dari adanya tindakan-tindakan penjual, di antaranya:
        I.            Pihak penjual tetap menerima Confidentiallity Agreement PT BAM pada tanggal 3 Desember           2001, meskipun sesuai ketentuan harus diserahkan pada 26 November 2001, sehingga seharusnya ditolak dan PT BAM tidak bisa menjadi peserta tender. Penjual juga tetap menerima dokumen tender PT BAM yang tidak menyebutkan dan menyampaikan nama anggota konsorsiumnya.
     II.            Menurut ketentuan dalam Procedures for The Submission of Bid, penyerahan bid paling lambat tanggal 4 Desember 2008 pukul 16.00 WIB, namun penjual tetap menerima dokumen final bid dari PT BAM yang diserahkan pukul 16.23 WIB dan PT CSDP30 yang diserahkan pukul 16.30 WIB.
   III.            Pihak penjual menerima dan tetap memproses keikutsertaan ketiga peserta tender meskipun mereka tidak memberikan Warranty Letter dan tidak menyebutkan Consortium Identity.

Penulis berpendapat bahwa adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tender di atas, merupakan bukti adanya persaingan usaha yang tidak sehat yang mengarah pada dugaan adanya persekongkolan dalam tender divestasi saham dan convertible bonds PT IMSI, yang mana merupakan kewenangan KPPU untuk menilai dan membuktikan tentang hal tersebut, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 35 huruf b UU No. 5 Tahun 1999.

Review Jurnal Aspek Hukum dalam Ekonomi (1)


Review 1 : Abstrak, Pendahuluan

Implementasi Perluasan Istilah
Tender dalam Pasal 22 UU
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Prakt ik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.

ABSTRAK
Larangan persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22 UU Nomor 5/1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pengaturan larangan tersebut dilakukan di berbagai Negara mengingat
dampak yang ditimbulkan dari persekongkolan selain menghambat pelaku
usaha pesaing dalam penawaran tender, tidak jarang megakibatkan
kerugian Negara. Istilah tender dalam Pasal 22 UU Nomor 5/1999
khususnya bagian Penjelasan mendefinisikannya secara sempit, padahal
masalah persekongkolan di bidang pengadaan barang dan/atau jasa
semakin berkembang luas di kalangan dunia usaha, misalnya tender offer
saham, pemilihan partner kerjasama, dan juga lelang penjualan barang
dan/atau jasa. Oleh karena itu, sebagai Lembaga Pengawas sekaligus
penegak hukum persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
menganggap perlu membentuk suatu Pedoman Pasal 22 yang mengatur
dan memberikan definisi lebih luas tentang tender. Pedoman Pasal 22
UU Nomor 5 Tahun 1999 ini merupakan pedoman yang pertama kali
dibentuk KPPU antara lain mengingat sebagian besar laporan perkara
yang masuk ke lembaga tersebut berkaitan dengan persekongkolan
tender. Dalam Pedoman tersebut istilah tender didefnisikan secara luas
yang tidak hanya mencakup tender dalam Penjelasan Pasal 22 UU Nomor
5/1999, melainkan juga meliputi tawaran mengajukan harga untuk
memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan, mengadakan barang
dan/atau jasa, membeli suatu barang dan/atau jasa, serta menjual suatu
barang dan/atau jasa.

A. PENGANTAR
Persekongkolan tender merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilarang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999). Larangan persekongkolan tender dilakukan karena dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan dilakukannya tender tersebut, yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat menawarkan harga dan kualitas bersaing. Dengan adanya larangan ini diharapkan pelaksanaan tender akan menjadi efisien, artinya mendapakan harga termurah dengan kualitas terbaik.1 Selain itu, persekongkolan tender termasuk salah satu perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian Negara.2 Negara sebagai badan hukum public memiliki organ birokrasi yang senantiasa membutuhkan barang dan/atau jasa untuk keperluan pembangunan, pengelolaan pemerintahan dan pemberian jasa pelayanan kepada publik. Adanya manipulasi harga dalam tender akan
mengakibatkan kegiatan pembangunan serta pengadaan barang dan jasa yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dikeluarkan secara tidak bertanggung jawab.3 Dan ironisnya, kerugian yang disebabkan adanya manipulasi harga dibebankan kepada masyarakat.
Pengawasan terhadap adanya persekongkolan tender dilakukan oleh beberapa lembaga Negara, antara lain oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sejak dibentuknya KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 75 Tahun1999, lembaga ini banyak menerima laporan dari masyarakat, yang lebih dari 70% di antaranya adalah tentang persekongkolan tender. Mengingat hal ini, KPPU menganggap perlu untuk memberikan perhatian khusus tentang persekongkolan tender, sehingga dibentuklah pedoman tentang persekongkolan tender, yang merupakan pedoman pertama atas UU Nomor 5 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tahun 2005.

Mengingat impikasi yang ditimbulkan atas adanya persekongkolan tender, pemerintah juga senantiasa memperbaharui peraturan tentang pengadaan barang dan/jasa di sektor publik dengan menetapkan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut beberapa amandemennya. Peraturan tersebut dimaksud agar pegadaan barang dan/atau jasa pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, serta perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak terkait, sehingga hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.4

Persekongkolan tender merupakan suatu kegiatan yang dilakukan para pelaku usaha dengan cara melakukan kesepakatan-kesepakatan yang bertujuan memenangkan tender. Kegiatan ini akan berimplikasi pada pelaku usaha lain yang tidak ikut dalam kesepakatan tersebut, dan tidak jarang mengakibatkan kerugian bagi pihak pengguna penyedia jasa atau barang karena adanya ketidak-wajaran harga. Pengaturan persekongkolan tender dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut: “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lai untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Dalam Penjelasannya, tender diartikan sebagai “tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Tawaran dilakukan oleh pemilik kegiatan atau proyek, di mana untuk alas an efektivitas dan efisiensi, proyek diserahkan kepada pihak lain yang memiliki kapabilitas untuk melaksanakan proyek tersebut.

Dari Penjelasan Pasal 22 tersebut, ruang lingkup tender meliputi tawaran mengajukan harga (terendah) untuk memborong suatu pekerjaan, mengadakan barang-barang, dan untuk menyediakan jasa. Apabila proyek ditenderkan, maka pelaku usaha yang menang dalam proses tender akan memborong, mengadakan, menyediakan barang/jasa yang diperjanjikan sebelumnya.5 Namun demikian, dalam implementasiya, istilah tender tidak hanya terbatas pada memborong pekerjaan, mengadaan atau menyediakan barang dan/atau jasa, tetapi berkembang menjadi lebih luas seperti tender penjualan saham Indomobil Sukses Internasional (PT IMSI)6 serta divestasi dua unit kapal tanker (Very Large Crude Carrier/VLCC) milik Pertamina,7 yang dianggap menghambat peserta tender lainnya dan bahkan merugikan Negara. Demikian juga, putusan KPPU tentang persekongkolan tender juga berkembang menjadi tender pemilihan partner untuk membangun pasar.

Perluasan istilah dan pengertian tender dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 yang daam implementasinya mengalami perkembangan menarik untuk dicermati bagi pemerhati, pemerintah, dan pelaku usaha yang senantiasa berhubungan dengan masalah-masalah persaingan, sehingga penulis menganggap perlu untuk melakukan kajian singkat mengenai hal ini dengan judul “Impelementasi Perluasan Istilah Tender dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”.





B. PERLUASAN ISTILAH TENDER DALAM PUTUSAN-PUTUSAN KPPU TENTANG PERSEKONGKOLAN TENDER
Konsep persekongkolan tender di Indonesia memiliki kemiripan dengan Amerika Serikat. Kemiripannya terdapat pada pengembangan konsep yang didasarkan bukan pada peraturan perundang-undangan, melainkan lembaga pengawas persaingan hukum, yaitu KPPU di Indonesia dan pengadilan di Amerika Serikat.8 Pada perkembangan awal penegakan hukum UU Nomor 5 Tahun 1999, khususnya dalam putusan KPPU tentang persekongkolan tender, ditemukan kecenderungan bahwa KPPU masih mencoba membangun konsep persekongkolan tender.9 Tender menurut UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. Pengertian tersebut sangatlah sempit dan terbatas.10 Persekongkolan tender yang dimaksud dalam Pasal 22 tersebut bersifat abstrak dan umum, artinya ketentuan mengenai persekongkolan tender belum mampu memberikan petunjuk hukum yang operasional ketika akan digunakan untuk menganalisis kasus persekongkolan tender.

Tujuan utama pelaksanaan penawaran tender adalah memberikan kesempatan yang seimbang bagi semua penawar sehingga menghasilkan harga yang paling murah dengan output yang maksimal. Oleh karenanya, persekongkolan dalam penawaran tender dianggap menghalangi terciptanya persaingan yang sehat di kalangan para penawar yang beritikad baik untuk melakukan usaha di bidang bersangkutan. Agar tercipta persaingan usaha yang sehat, pelaksanaan tender atau pengadaan barang/jasa harus menerapkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:11

a.        efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan  menggunakan dana dan daya terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan;
b.      efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
c.       terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/ jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan;
d.      transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/ jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya;
e.       adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun;
f.       akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsipprinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/ jasa.

Persekongkolan dalam tender menyebabkan terjadinya hambatan pasar bagi peserta potensial yang tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti dan memenangkan tender. Hal ini tentu saja dapat merugikan konsumen dan pemberi kerja karena konsumen atau pemberi kerja harus membayar harga yang lebih mahal daripada yang sesungguhnya, padahal barang/jasa yang diperoleh (baik dari sisi mutu, jumlah, waktu, maupun nilai) seringkali lebih rendah dari yang akan diperoleh apabila tender dilakukan secara jujur. Selain itu, nilai proyek (untuk tender pengadaan jasa) menjadi lebih tinggi akibat mark-up yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersekongkol. Apabila hal tersebut dilakukan dalam proyek pemerintah yang pembiayaannya melalui APBN, maka akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi.


Dalam proses penyelenggaraan tender harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Penyelenggara tender, yaitu pengguna barang dan/atau jasa; penjual barang; dan panitia tender.
b.      Peserta tender, yaitu para pelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa, atau pembeli barang, yang memenuhi persyaratan untuk menjadi peserta tender.
c.       Persyaratan tender, meliputi kualifikasi, klasifikasi, dan kompetensi peserta tender; spesifikasi dan standar barang dan/atau jasa; jaminan yang harus diberikan peserta tender; serta persyaratanpersyaratan lain yang ditetapkan dalam dokumen tender pengadaan barang dan/atau jasa, dan/atau penjualan barang.
d.      Penawaran teknis dan harga terbaik yang diajukan oleh penyedia barang dan/atau jasa, atau penawaran harga terbaik yang diajukan oleh pembeli barang.
e.       Kualitas barang dan/atau jasa, untuk pengadaan barang dan/atau jasa.
f.       Waktu tertentu.
g.       Tata cara dan metode tertentu, antara lain meliputi prosedur tender, cara pemberitahuan perubahan, penambahan, atau pengurangan isi dokumen tender; cara penyampaian penawaran, mekanisme evaluasi, dan penentuan pemenang tender; serta mekanisme pengajuan sanggahan dan/atau tanggapan.

Pada bab sebelumnya telah diuraikan bahwa persekongkolan tender berasal dari kolaborasi dua terminologi yaitu persekongkolan dan tender. Dari kolaborasi tersebut, maka didapat pengertian persekongkolan tender adalah perbuatan pelaku usaha lain untuk menguasai pasar dengan cara mengatur dan/atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan pengertian tersebut, Krisanto membagi unsur-unsur dalam persekongkolan tender sebagai berikut:12
- adanya dua atau lebih pelaku usaha
- adanya kerjasama untuk melakukan persekongkolan dalam tender;
- adanya tujuan untuk menguasai pasar;
- adanya usaha untuk mengatur atau menentukan pemenang tender; dan
- mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

Unsur-unsur di atas sedikit berbeda dari unsur-unsur persekongkolan tender yang ditetapkan oleh KPPU berdasarkan rumusan Pasal 22. KPPU, sebagai otoritas pengawas persaingan dalam menilai kasus-kasus persekongkolan tender menguraikan Pasal 22 menjadi unsur-unsur yang terdiri atas pelaku usaha, persekongkolan, pihak lain, mengatur dan/atau menentukan pemenang tender, serta terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Unsur-unsur tersebut tidak bersifat statis melainkan mengalami pengembangan atau pemaknaan baru didasarkan pada interpretasi terhadap ketentuan normatifnya. Dalam putusan-putusannya, KPPU mendasarkan analisis unsur-unsur atas kasuskasus persekongkolan tender pada definisi yang terdapat dalam UU Nomor 5 Tahun 1999.13

Unsur pelaku usaha dan persaingan usaha tidak sehat memiliki definisi yang telah dijelaskan secara eksplisit dalam UU Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini berbeda dengan unsur pihak lain, bersekongkol, serta mengatur dan/atau menentukan pemenang tender (MMPT). Terhadap unsur yang definisinya tidak diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, KPPU berinisiatif mengajukan definisi, sebagai dasar untuk melakukan kajian atau penilaian atas kasuskasus persekongkolan tender.14 Dalam beberapa kasus persekongkolan tender, KPPU juga telah memberikan penafsiran/interpretasi terhadap pengertian tender.

Tender menurut UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan; mengadakan barang-barang; atau menyediakan jasa. Terdapat tiga terminologi berbeda untuk menjelaskan pengertian tender yaitu pemborongan, pengadaan, dan penyediaan. Tiga terminologi tersebut menjadi pengertian dasar dari tender, artinya dalam tendersuatu pekerjaan meliputi pemborongan, pengadaan, dan penyediaan.15



Persekongkolan tender yang dimaksud dalam Pasal 22 tersebut bersifat abstrak dan umum, artinya ketentuan mengenai persekongkolan tender belum mampu memberikan petunjuk hukum yang operasional ketika akan digunakan untuk menganalisis kasus persekongkolan tender. Pendefinisian tender dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 sangat sempit dan terbatas.16 Sempit karena tender hanya diasumsikan sebagai kegiatan menawarkan harga, sedangkan pada praktiknya, tender terdiri dari serangkaian kegiatan yang meliputi antara lain: permintaan pengadaan barang dan/atau jasa, permintaan untuk membeli barang (untuk tender penjualan barang), penawaran teknis dan harga atau penawaran harga, evaluasi terhadap dokumen prakualifikasi (jika ada) dan dokumen penawaran, pengajuan dan pemeriksaan sanggahan/tanggapan, serta penetapan pemenang tender. Definisi tender dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 dibatasi pada penyelenggaraan tender untuk mencari penyedia barang dan/jasa terbaik, padahal tender juga diselenggarakan untuk mencari pembeli barang terbaik. Selain itu, definisi tender dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 terbatas hanya menekankan pada penawaran harga, padahal dalam tender juga dikenal penawaran teknis. Penawaran teknis dan penawaran harga merupakan dasar pertimbangan penting bagi penyelenggara tender untuk menentukan pemenang tender. Bahkan dalam tender-tender tertentu, penawaran teknis lebih penting dari penawaran harga, misalnya dalam penentuan pemenang tender pembangunan pembangkit listrik. Dengan demikian, mengingat tujuan penyelenggaraan tender, maka lebih tepat apabila tender diartikan sebagai mekanisme atau rangkaian kegiatan untuk memilih penyedia barang dan/atau jasa terbaik, atau pembeli terbaik.17

 Sehubungan dengan konsep atau istilah tender, UNCTAD menyatakan bahwa tender kolusif pada dasarnya bersifat anti persaingan karena melanggar tujuan tender yang sesungguhnya, yaitu mendapatkan barang dan jasa dengan harga dan kondisi yang paling menguntungkan.18 Kondisi yang paling menguntungkan diperoleh bila penawaran tender dilakukan dengan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil tidak diskriminatif, dan akuntabel, bila tidak maka konspirasi atau persekongkolan dalam penawaran tender dapat terjadi.

Dalam uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian tender termasuk dalam tujuan tender antara lain: pertama, tawaran mengajukan harga dan kondisi yang paling menguntungkan (harga terendah) untuk memborong suatu pekerjaan. Kedua, tawaran mengajukan harga dan kondisi yang paling menguntungkan (harga terendah) untuk mengadakan barang-barang. Ketiga, tawaran mengajukan harga dan kondisi yang paling menguntungkan (harga terendah) untuk menyediakan jasa. Namun, dalam putusan-putusan di bawah ini, KPPU telah menetapkan bahwa pengertian tender tidak hanya untuk penawaran terendah, melainkan juga penawaran tertinggi.

Selain unsur pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsure mengatur dan atau menentukan pemenang tender, dan unsur persaingan usaha tidak sehat yang telah diulas di atas, dalam beberapa putusannya, KPPU telah memberikan definisi tersendiri terhadap tender untuk membuktikan adanya persekongkolan dalam tender, seperti dalam putusan KPPU No. 03/KPPU-I/2002 tentang Perkara Divestasi Saham dan Convertible Bonds PT Indomobil Sukses Internasional, putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2004 tentang Divestasi VLCC PT Pertamina, dan putusan No. 15/KPPU-L/2007 tentang Lelang Pembangunan Mall di Kota Prabumulih Tahun 2006. Berikut uraian perkara-perkara tersebut: