Review 5 : Penutup
Implementasi Perluasan Istilah
Tender dalam Pasal 22 UU
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Prakt ik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Dr.
Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.
C. DASAR HUKUM PENENTUAN PERLUASAN ISTILAH TENDER
Dalam ketiga kasus di
atas, KPPU telah memberikan penafsiran terhadap
pengertian tender,
sebagai berikut:
Tabel 4:
Pengertian
Istilah Tender dalam Putusan-putusan KPPU
Putusan
Indomobil
|
Putusan
VLCC
|
Putusan
Prabumulih
|
Tender
adalah tawaran
mengajukan
harga meliputi
tawaran
untuk pembelian
dan
tawaran untuk
penjualan.
Yang dimaksud
dengan
tender penjualan
adalah
penawaran harga
oleh
peserta tender untuk
suatu
pekerjaan, barang
dan
atau jasa yang
akan
dijual, sementara
tender
pembelian adalah
penawaran
harga oleh
peserta
tender untuk suatu
pekerjaan,
barang dan atau
pekerjaan
yang akan dibeli.
Cakupan
‘barang’ meliputi
barang
berwujud (tangible)
dan
barang tidak berwujud
(intangible).
|
Tender
adalah tawaran
mengajukan
harga meliputi
tawaran
untuk pembelian
atau
tawaran untuk
pengadaan
suatu barang
atau
jasa, dan tawaran untuk
penjualan
suatu barang atau
jasa.
Sementara adanya
tender
dibuktikan dengan
fakta
bahwa Pertamina telah
memberikan
kesempatan
kepada
pihak-pihak
tertentu
untuk mengajukan
penawaran
harga dalam
rangka
membeli dua unit
VLCC
milik Pertamina.
|
Tender
adalah
tawaran
mengajukan
harga
untuk untuk
pembangunan
mall
dengan cara
memilih
investor yang
memberikan
nilai
kontribusi
tertinggi di
Kota
Prabumulih tahun
2006.
|
Cakupan
pengertian tender dalam Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas pada tender untuk
memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa.57 Dalam perkara Indomobil, objek yang ditenderkan adalah saham dan convertible
bonds, di mana hal tersebut bukan termasuk dalam pengertian tender, karena
saham bukan merupakan barang dan atau jasa. Adapun dalam perkara VLCC objek
yang ditenderkan adalah divestasi/penjualan dua kapal VLCC milik Pertamina.
Sementara itu, objek yang ditenderkan dalam perkara Prabumulih adalah
pembangunan mall di kota Prabumulih. Keseluruhan penjualan dan/atau pembelian
objek di atas, dilakukan dengan cara tender dan/atau pelelangan umum.
Cakupan
pengertian tender menurut Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas pada tender untuk
memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa, di mana yang
menjadi pemenang adalah peserta yang mengajukan penawaran terendah, bukan
penawaran tertinggi seperti pada perkara Indomobil dan divestasi VLCC.58 Pengertian tersebut berbeda dengan pengertian tender menurut
Penjelasan Pasal 22. Adanya perbedaan ini yang membuat sebagian kalangan
berpendapat bahwa KPPU tidak memiliki otoritas untuk melakukan pemeriksaan
terhadap masalah tender penjualan saham, karena saham bukan merupakan barang
dan atau jasa.
Dalam putusan perkara Indomobil, KPPU telah
memperluas pengertian tender dengan mempertimbangkan bahwa tawaran mengajukan
harga meliputi tawaran untuk pembelian dan tawaran untuk penjualan, di mana cakupan
‘barang’ meliputi barang berwujud (tangible) dan barang tidak berwujud (intangible).
Barang berwujud terbagi dua, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Tender penjualan tidak ada kesepakatan harga antara penjual dengan pembeli.
Penentuan harga dalam tender penjualan berdasarkan harga tertinggi yang
ditawarkan oleh pembeli.60 Demikian pula dalam
putusan VLCC.
Banyak
pihak yang tidak dapat menerima perluasan cakupan tender ini.61 Hal ini disebabkan adanya alur pemikiran legalistik atau
positivisme. Dalam alur pemikiran legalistik, hukum adalah “what the law is,
but not what the law should be”. Legalisme membuat peraturan menjadi
‘berhala’ di mana kebenaran dan keadilan hanya dinilai dari perspektif legal
formal saja.
Putusan
Indomobil telah menjadi pijakan kuat bagi KPPU dalam menyatakan pengertian
tender untuk putusan-putusan KPPU selanjutnya yang berkaitan dengan
persekongkolan tender. Kemudian pada tahun 2004, KPPU mengeluarkan Pedoman
Pasal 22 yang bertujuan untuk memperjelas pengertian persekongkolan dalam
tender sebagaimana dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, serta menjabarkan
persekongkolan dalam tender yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak
sehat. Diharapkan pedoman ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang persekongkolan tender kepada pelaku usaha, dan memberikan berbagai
contoh praktik persekongkolan tender.
Dalam Pedoman Pasal 22, KPPU menggunakan frasa
‘persekongkolan dalam tender’ bukan ‘persekongkolan tender’. Pencantuman kata
‘dalam’ tersebut memberikan penekanan bahwa KPPU bermaksud menegaskan persekongkolan
yang dinilai melanggar Pasal 22 adalah persekongkolan yang terjadi di dalam
proses tender. Maksud digunakannya istilah ‘persekongkolan dalam tender’ dapat
diketahui dari pernyataan dalam Pedoman Pasal 22 berikut:
Persekongkolan dalam tender tersebut
dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan baik tertulis maupun tidak
tertulis. Persekongkolan ini mencakup jangkauan perilaku yang luas, antara lain
usaha produksi dan usaha distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan
harga dan manipulasi lelang atau kolusi dalam tender (tender collusive)
yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan
maupun antar kedua pihak tersebut. Persekongkolan tersebut dapat terjadi di
setiap tahapan proses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan
oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta tender,
hingga pengumuman tender.
Terdapat
tiga (3) terminologi berbeda untuk menjelaskan pengertian tender yaitu
pemborongan, pengadaan, dan penyediaan, artinya dalam tender suatu pekerjaan
meliputi pemborongan, pengadaan, dan penyediaan. Dalam kamus hukum, tender
adalah memborong pekerjaan/menyuruh pihak lain mengerjakan atau memborong
pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan, sesuai dengan perjanjian atau
kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu
dilakukan.Berdasarkan Keppres 80/2003, pengadaan barang dan jasa dapat
dilakukan melalui empat metode, yaitu, pelelangan umum, pelelangan terbatas,
pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Sedangkan untuk pengadaan jasa
konsultansi, dilakukan dengan metode seleksi umum, seleksi terbatas, seleksi
langsung, dan penunjukan langsung.
Berdasarkan
hal di atas, KPPU telah memperluas kata ‘tender’ dengan menyamakan pengertian
tender dengan pengertian lelang. Pelelangan66 adalah
serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara
menciptakan persaingan yang sehat di antara penyedia barang/ jasa yang setara
dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang ditetapkan
dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara taat asas sehingga terpilih
penyedia jasa terbaik. Dalam sistem perundangundangan Indonesia,67 lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang
prosedurnya berbeda dengan jual beli pada umumnya, oleh karena itu lelang
diatur tersendiri dalam Vendu Reglement yang sifatnya lex specialis.
Kekhususan lelang ini antara lain tampak pada sifatnya yang transparan dengan
cara pembentukan harga yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan
pelaksanaan lelang ini dipimpin oleh seorang pejabat umum, yaitu Pejabat Lelang
yang independen dan profesional. Pengertian ini kemudian dijadikan bentuk
operasional pelaksanaan Pasal 22
UU No. 5
Tahun 1999 yang ada di lapangan,68 di mana tender
mencakup tawaran mengajukan harga untuk:
-
Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.
-
Mengadakan barang dan atau jasa.
- Membeli
suatu barang dan atau jasa.
- Menjual suatu barang dan atau jasa.
KPPU
menetapkan bahwa cakupan dasar penerapan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 adalah
tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui tender
terbuka, tender terbatas, pelelangan umum70, dan pelelangan
terbatas,71 serta pemilihan langsung dan penunjukan langsung. KPPU berpendapat
bahwa tender merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok tender, yaitu
memperoleh penawaran harga terendah atas barang dan jasa dengan kualitas
terbaik dalam kegiatan tender pembelian dan atau memperoleh harga tertinggi
dalam tender penjualan.
D. PENUTUP
Istilah
tender dalam implementasinya mengalami perkembangan tidak hanya mencakup
pengertian tender yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun
1999. Tender tidak hanya diartikan sebagai tawaran mengajukan harga untuk
memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk
menyediakan jasa. Hal ini tertuang dalam Pedoman Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun
1999, dimana istilah ‘tender’ disamakan dengan pengertian lelang. Berdasarkan
contoh-contoh kasus yang dianalisis, maka persekongkolan tender tidak hanya
terlihat secara fisik, melainkan juga meliputi penjualan saham, penjualan
kapal, dan pemilihan investor untuk membangun suatu properti. Keppres No.
80/2003 telah mengatur prinsipprinsip dasar dalam pengadaan barang/jasa.
Sejalan
dengan hal tersebut, KPPU telah menetapkan beberapa prinsip dasar dalam
pelaksanaan tender, meliputi transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi
yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas, proses penilaian,
serta non-diskriminatif. Adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip tender dalam proses tender merupakan indikasi adanya persaingan
usaha tidak sehat. Hal tersebut dijadikan entry point bagi KPPU
untuk menilai ada tidaknya persekongkolan dalam tender. Sesuai dengan Pasal 25
huruf b dan Pasal 36 UU Nomor 5 Tahun 1999, merupakan jurisdiksi KPPU untuk
menilai, membuktikan dan memutuskan ada tidaknya persekongkolan dalam suatu
tender. Sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 5 Tahun 1999 dan berdasarkan Pasal 35
huruf f undangundang tersebut, yang menyatakan, bahwa salah satu tugas KPPU
adalah menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU Nomor 5 Tahun
1999. Pedoman tersebut mengatur tentang perluasan istilah tender yang tidak
hanya mencakup tender dalam Penjelasan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999,
melainkan juga meliputi tawaran mengajukan harga untuk memborong atau
melaksanakan suatu pekerjaan, mengadakan barang dan/ atau jasa, membeli suatu
barang dan/atau jasa, serta menjual suatu barang dan/atau jasa.
DAFTAR
PUSTAKA
“KPK
Serahkan Kasus VLCC ke Kejagung”, Media Indonesia, 16 Juni 2007.
Aji,
MQ Wisnu. Mencermati Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah:
http://www.imannugraha.
net/?p=126,
9 Juni 2008.
Anggraini,
A. M. Tri. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam
Undang-Undang
Nomor
5 Tahun 1999.
Anggraini,
A. M. Tri. “Penegakan Hukum dan Sanksi dalam Persekongkolan Penawaran
Tender”,
Jurnal Legalisasi, vol. 3 No.4, Desember, 2006.
Anggraini,
A. M. Tri. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam
Undang-Undang
Nomor
5 Tahun 1999.
Goldman
Sachs: Pengambil Keputusan Ada di Pertamina:
http://www.hukumonline.com/
detail.asp?id=12517&cl=berita.
Diakses 14 Desember 2008.
Indonesia,
Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, bagian “Menimbang”.
KPPU,
Guideline Pedoman Larangan Persekongkolan dalam Tender: http://www.kppu.
go.id/docs/guidline/pedoman_guidline_tender2312004.pdf,
10 November
2008.
Dalam kamus lain, tender juga diartikan sebagai (1)
Sebuah penawaran
resmi
untuk memasok atau membeli barang atau jasa. (2) Di Inggris, istilah
ini
digunakan untuk menyebutkan isu Treasury Bill mingguan: http://.forex.co.id/
Kamus/ketajaman-tender.htm.
10 November 2008.
KPPU,
Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender Berdasarkan
UU
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha
Tidak Sehat (Jakarta: Cetakan ke-IV, 2007).
KPPU,
Pedoman Pasal 22.
Krisanto,
Yakub Adi. “Analisis Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan
KPPU
tentang Persekongkolan Tender”, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 24 Nomor II,
2005.
Krisanto,
Yakub Adi. “Persekongkolan Tender & Korupsi dalam Kasus Divestasi VLCC
Pertamina”,
Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 4, 2007, hal. 66.
Krisanto,
Yakub Adi. Analisis Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan
KPPU
tentang Persekongkolan Tender.
Krisanto,
Yakub Adi. Terobosan Hukum Putusan KPPU dalam Mengembangkan Penafsiran
Hukum
Persekongkolan Tender (Analisis Putusan KPPU terhadap Pasal 22 UU
No.
5 Tahun 1999 Pasca Tahun 2006), Jurnal Hukum Bisnis
(Volume 27 – No.
3,
2008), hal. 66.
Krisanto,
Yakub Adi. Terobosan Hukum Putusan KPPU.
Kriteria
pelaksanaan tender pada dasarnya adalah harga penawaran tertinggi, dengan
disertai
tiga kriteria lainnya, yaitu Acceptable Share Purchase Agreement, Proof
of
Financing, dan Statement of Non-Affiliated With
Salim.
Nurmadjito,
Pakta Intergritas, Legal Review 28/TH III, Januari 2005. hal. 35. Lihat pula
“Keuangan
Daerah: Pengadaan Barang Jasa Bisa jadi Sumber Korupsi”, Kompas,
25
Februari 2006, hal. 27.
Putusan
KPPU No. 07/KPPI-L/2002, Bagian Duduk Perkara.
Putusan
KPPU Nomor 03/KPPU-I/2002 tentang Tender Penjualan Saham PT IMSI.
Putusan
KPPU Nomor 07/KPPU-L/2004 tentang Tender Penjualan Kapal VLCC PT
Pertamina.
Putusan
KPPU Nomor: 15/KPPU-L/2007.
Putusan
No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M. Tri Anggraini, Op. Cit.,
hal.
19-20.
Putusan
No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M.Tri Anggraini.
Ridwan
Khairandy, “Analisis Putusan KPPU dan Pengadilan Negeri dalam Persekongkolan
Tender
PT. Indomobil”, Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 24 Tahun 2005).
Supaini,
Elly. Persekongkolan Tender Pengadaan Alat Kesehatan dan Kedokteran di RSUD
Kota
Bekasi dan BRSD Cibinong Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha (Studi
Terhadap
Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2005 dan Putusan KPPU No. 13/
KPPU-L/2005), Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Krisnadwipayana,
Jakarta, 2008, hal. 42–43.
Tobing,
Nelson B.L. Analisis Yuridis Persekongkolan Dalam Tender Penjualan 2 (Dua)
Unit
Kapal
Tanker (VLCC) Milik PT Pertamina (Persero): Studi Terhadap Putusan
Perkara
Nomor 07/KPPU-L/2004, Tesis Program Pascasarjana
Magister Ilmu
Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 141.
0 komentar:
Posting Komentar