Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Sabtu, 04 Mei 2013

Review Jurnal Aspek Hukum dalam Ekonomi (5)


Review 5 : Penutup

Implementasi Perluasan Istilah
Tender dalam Pasal 22 UU
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Prakt ik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.


C.    DASAR HUKUM PENENTUAN PERLUASAN ISTILAH TENDER

Dalam ketiga kasus di atas, KPPU telah memberikan penafsiran terhadap
pengertian tender, sebagai berikut:
Tabel 4:
Pengertian Istilah Tender dalam Putusan-putusan KPPU

Putusan Indomobil
Putusan VLCC
Putusan Prabumulih
Tender adalah tawaran
mengajukan harga meliputi
tawaran untuk pembelian
dan tawaran untuk
penjualan. Yang dimaksud
dengan tender penjualan
adalah penawaran harga
oleh peserta tender untuk
suatu pekerjaan, barang
dan atau jasa yang
akan dijual, sementara
tender pembelian adalah
penawaran harga oleh
peserta tender untuk suatu
pekerjaan, barang dan atau
pekerjaan yang akan dibeli.
Cakupan ‘barang’ meliputi
barang berwujud (tangible)
dan barang tidak berwujud
(intangible).

Tender adalah tawaran
mengajukan harga meliputi
tawaran untuk pembelian
atau tawaran untuk
pengadaan suatu barang
atau jasa, dan tawaran untuk
penjualan suatu barang atau
jasa. Sementara adanya
tender dibuktikan dengan
fakta bahwa Pertamina telah
memberikan kesempatan
kepada pihak-pihak
tertentu untuk mengajukan
penawaran harga dalam
rangka membeli dua unit
VLCC milik Pertamina.


Tender adalah
tawaran mengajukan
harga untuk untuk
pembangunan
mall dengan cara
memilih investor yang
memberikan nilai
kontribusi tertinggi di
Kota Prabumulih tahun
2006.


Cakupan pengertian tender dalam Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas pada tender untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa.57 Dalam perkara Indomobil, objek yang ditenderkan adalah saham dan convertible bonds, di mana hal tersebut bukan termasuk dalam pengertian tender, karena saham bukan merupakan barang dan atau jasa. Adapun dalam perkara VLCC objek yang ditenderkan adalah divestasi/penjualan dua kapal VLCC milik Pertamina. Sementara itu, objek yang ditenderkan dalam perkara Prabumulih adalah pembangunan mall di kota Prabumulih. Keseluruhan penjualan dan/atau pembelian objek di atas, dilakukan dengan cara tender dan/atau pelelangan umum.
Cakupan pengertian tender menurut Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas pada tender untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa, di mana yang menjadi pemenang adalah peserta yang mengajukan penawaran terendah, bukan penawaran tertinggi seperti pada perkara Indomobil dan divestasi VLCC.58 Pengertian tersebut berbeda dengan pengertian tender menurut Penjelasan Pasal 22. Adanya perbedaan ini yang membuat sebagian kalangan berpendapat bahwa KPPU tidak memiliki otoritas untuk melakukan pemeriksaan terhadap masalah tender penjualan saham, karena saham bukan merupakan barang dan atau jasa.

 Dalam putusan perkara Indomobil, KPPU telah memperluas pengertian tender dengan mempertimbangkan bahwa tawaran mengajukan harga meliputi tawaran untuk pembelian dan tawaran untuk penjualan, di mana cakupan ‘barang’ meliputi barang berwujud (tangible) dan barang tidak berwujud (intangible). Barang berwujud terbagi dua, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak. Tender penjualan tidak ada kesepakatan harga antara penjual dengan pembeli. Penentuan harga dalam tender penjualan berdasarkan harga tertinggi yang ditawarkan oleh pembeli.60 Demikian pula dalam putusan VLCC.
Banyak pihak yang tidak dapat menerima perluasan cakupan tender ini.61 Hal ini disebabkan adanya alur pemikiran legalistik atau positivisme. Dalam alur pemikiran legalistik, hukum adalah “what the law is, but not what the law should be”. Legalisme membuat peraturan menjadi ‘berhala’ di mana kebenaran dan keadilan hanya dinilai dari perspektif legal formal saja.

Putusan Indomobil telah menjadi pijakan kuat bagi KPPU dalam menyatakan pengertian tender untuk putusan-putusan KPPU selanjutnya yang berkaitan dengan persekongkolan tender. Kemudian pada tahun 2004, KPPU mengeluarkan Pedoman Pasal 22 yang bertujuan untuk memperjelas pengertian persekongkolan dalam tender sebagaimana dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, serta menjabarkan persekongkolan dalam tender yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Diharapkan pedoman ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang persekongkolan tender kepada pelaku usaha, dan memberikan berbagai contoh praktik persekongkolan tender.

 Dalam Pedoman Pasal 22, KPPU menggunakan frasa ‘persekongkolan dalam tender’ bukan ‘persekongkolan tender’. Pencantuman kata ‘dalam’ tersebut memberikan penekanan bahwa KPPU bermaksud menegaskan persekongkolan yang dinilai melanggar Pasal 22 adalah persekongkolan yang terjadi di dalam proses tender. Maksud digunakannya istilah ‘persekongkolan dalam tender’ dapat diketahui dari pernyataan dalam Pedoman Pasal 22 berikut:

Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis. Persekongkolan ini mencakup jangkauan perilaku yang luas, antara lain usaha produksi dan usaha distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan harga dan manipulasi lelang atau kolusi dalam tender (tender collusive) yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan maupun antar kedua pihak tersebut. Persekongkolan tersebut dapat terjadi di setiap tahapan proses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta tender, hingga pengumuman tender.

Terdapat tiga (3) terminologi berbeda untuk menjelaskan pengertian tender yaitu pemborongan, pengadaan, dan penyediaan, artinya dalam tender suatu pekerjaan meliputi pemborongan, pengadaan, dan penyediaan. Dalam kamus hukum, tender adalah memborong pekerjaan/menyuruh pihak lain mengerjakan atau memborong pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan, sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu dilakukan.Berdasarkan Keppres 80/2003, pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan melalui empat metode, yaitu, pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Sedangkan untuk pengadaan jasa konsultansi, dilakukan dengan metode seleksi umum, seleksi terbatas, seleksi langsung, dan penunjukan langsung.

Berdasarkan hal di atas, KPPU telah memperluas kata ‘tender’ dengan menyamakan pengertian tender dengan pengertian lelang. Pelelangan66 adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat di antara penyedia barang/ jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara taat asas sehingga terpilih penyedia jasa terbaik. Dalam sistem perundangundangan Indonesia,67 lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual beli pada umumnya, oleh karena itu lelang diatur tersendiri dalam Vendu Reglement yang sifatnya lex specialis. Kekhususan lelang ini antara lain tampak pada sifatnya yang transparan dengan cara pembentukan harga yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaan lelang ini dipimpin oleh seorang pejabat umum, yaitu Pejabat Lelang yang independen dan profesional. Pengertian ini kemudian dijadikan bentuk operasional pelaksanaan Pasal 22
UU No. 5 Tahun 1999 yang ada di lapangan,68 di mana tender mencakup tawaran mengajukan harga untuk:
- Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.
- Mengadakan barang dan atau jasa.
- Membeli suatu barang dan atau jasa.
- Menjual suatu barang dan atau jasa.

KPPU menetapkan bahwa cakupan dasar penerapan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 adalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui tender terbuka, tender terbatas, pelelangan umum70, dan pelelangan terbatas,71 serta pemilihan langsung dan penunjukan langsung. KPPU berpendapat bahwa tender merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok tender, yaitu memperoleh penawaran harga terendah atas barang dan jasa dengan kualitas terbaik dalam kegiatan tender pembelian dan atau memperoleh harga tertinggi dalam tender penjualan.

D. PENUTUP
Istilah tender dalam implementasinya mengalami perkembangan tidak hanya mencakup pengertian tender yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999. Tender tidak hanya diartikan sebagai tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. Hal ini tertuang dalam Pedoman Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999, dimana istilah ‘tender’ disamakan dengan pengertian lelang. Berdasarkan contoh-contoh kasus yang dianalisis, maka persekongkolan tender tidak hanya terlihat secara fisik, melainkan juga meliputi penjualan saham, penjualan kapal, dan pemilihan investor untuk membangun suatu properti. Keppres No. 80/2003 telah mengatur prinsipprinsip dasar dalam pengadaan barang/jasa.

Sejalan dengan hal tersebut, KPPU telah menetapkan beberapa prinsip dasar dalam pelaksanaan tender, meliputi transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas, proses penilaian, serta non-diskriminatif. Adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tender dalam proses tender merupakan indikasi adanya persaingan usaha tidak sehat. Hal tersebut dijadikan entry point bagi KPPU untuk menilai ada tidaknya persekongkolan dalam tender. Sesuai dengan Pasal 25 huruf b dan Pasal 36 UU Nomor 5 Tahun 1999, merupakan jurisdiksi KPPU untuk menilai, membuktikan dan memutuskan ada tidaknya persekongkolan dalam suatu tender. Sebagai pelaksanaan dari UU Nomor 5 Tahun 1999 dan berdasarkan Pasal 35 huruf f undangundang tersebut, yang menyatakan, bahwa salah satu tugas KPPU adalah menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999. Pedoman tersebut mengatur tentang perluasan istilah tender yang tidak hanya mencakup tender dalam Penjelasan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999, melainkan juga meliputi tawaran mengajukan harga untuk memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan, mengadakan barang dan/ atau jasa, membeli suatu barang dan/atau jasa, serta menjual suatu barang dan/atau jasa.




DAFTAR PUSTAKA
“KPK Serahkan Kasus VLCC ke Kejagung”, Media Indonesia, 16 Juni 2007.
Aji, MQ Wisnu. Mencermati Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah: http://www.imannugraha.
net/?p=126, 9 Juni 2008.
Anggraini, A. M. Tri. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Anggraini, A. M. Tri. “Penegakan Hukum dan Sanksi dalam Persekongkolan Penawaran
Tender”, Jurnal Legalisasi, vol. 3 No.4, Desember, 2006.
Anggraini, A. M. Tri. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Goldman Sachs: Pengambil Keputusan Ada di Pertamina: http://www.hukumonline.com/
detail.asp?id=12517&cl=berita. Diakses 14 Desember 2008.
Indonesia, Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bagian “Menimbang”.
KPPU, Guideline Pedoman Larangan Persekongkolan dalam Tender: http://www.kppu.
go.id/docs/guidline/pedoman_guidline_tender2312004.pdf, 10 November
2008. Dalam kamus lain, tender juga diartikan sebagai (1) Sebuah penawaran
resmi untuk memasok atau membeli barang atau jasa. (2) Di Inggris, istilah
ini digunakan untuk menyebutkan isu Treasury Bill mingguan: http://.forex.co.id/
Kamus/ketajaman-tender.htm. 10 November 2008.
KPPU, Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender Berdasarkan
UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (Jakarta: Cetakan ke-IV, 2007).
KPPU, Pedoman Pasal 22.
Krisanto, Yakub Adi. “Analisis Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan
KPPU tentang Persekongkolan Tender”, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 24 Nomor II,
2005.
Krisanto, Yakub Adi. “Persekongkolan Tender & Korupsi dalam Kasus Divestasi VLCC
Pertamina”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 4, 2007, hal. 66.
Krisanto, Yakub Adi. Analisis Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan Karakteristik Putusan
KPPU tentang Persekongkolan Tender.
Krisanto, Yakub Adi. Terobosan Hukum Putusan KPPU dalam Mengembangkan Penafsiran
Hukum Persekongkolan Tender (Analisis Putusan KPPU terhadap Pasal 22 UU
No. 5 Tahun 1999 Pasca Tahun 2006), Jurnal Hukum Bisnis (Volume 27 – No.
3, 2008), hal. 66.
Krisanto, Yakub Adi. Terobosan Hukum Putusan KPPU.
Kriteria pelaksanaan tender pada dasarnya adalah harga penawaran tertinggi, dengan
disertai tiga kriteria lainnya, yaitu Acceptable Share Purchase Agreement, Proof
of Financing, dan Statement of Non-Affiliated With Salim.
Nurmadjito, Pakta Intergritas, Legal Review 28/TH III, Januari 2005. hal. 35. Lihat pula
“Keuangan Daerah: Pengadaan Barang Jasa Bisa jadi Sumber Korupsi”, Kompas,
25 Februari 2006, hal. 27.
Putusan KPPU No. 07/KPPI-L/2002, Bagian Duduk Perkara.
Putusan KPPU Nomor 03/KPPU-I/2002 tentang Tender Penjualan Saham PT IMSI.
Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-L/2004 tentang Tender Penjualan Kapal VLCC PT
Pertamina.
Putusan KPPU Nomor: 15/KPPU-L/2007.
Putusan No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M. Tri Anggraini, Op. Cit.,
hal. 19-20.
Putusan No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M.Tri Anggraini.
Ridwan Khairandy, “Analisis Putusan KPPU dan Pengadilan Negeri dalam Persekongkolan
Tender PT. Indomobil”, Jurnal Hukum Bisnis, (Volume 24 Tahun 2005).
Supaini, Elly. Persekongkolan Tender Pengadaan Alat Kesehatan dan Kedokteran di RSUD
Kota Bekasi dan BRSD Cibinong Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha (Studi
Terhadap Putusan KPPU No. 01/KPPU-L/2005 dan Putusan KPPU No. 13/
KPPU-L/2005), Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Krisnadwipayana, Jakarta, 2008, hal. 42–43.
Tobing, Nelson B.L. Analisis Yuridis Persekongkolan Dalam Tender Penjualan 2 (Dua) Unit
Kapal Tanker (VLCC) Milik PT Pertamina (Persero): Studi Terhadap Putusan
Perkara Nomor 07/KPPU-L/2004, Tesis Program Pascasarjana Magister Ilmu
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 141.

Review Jurnal Aspek Hukum dalam Ekonomi (4)


Review 4 : Pembahasan

Implementasi Perluasan Istilah
Tender dalam Pasal 22 UU
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Prakt ik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.

3.      Putusan KPPU No. 15/KPPU-L/2007 tentang Lelang Pembangunan Mall di Kota Prabumulih Tahun 2006

Perkara bermula dari adanya lelang pembangunan Mall di Kota Prabumulih tahun 2006, yang melibatkan PT Prabu Makmur selaku Terlapor I, PT Sungai Musi Perdana (PT. SMP) selaku Terlapor II, PT Putra Prabu selaku Terlapor III, PT Makassar Putra Perkasa (PT. MPP) selaku Terlapor IV, PT Alexindo Sekawan selaku Terlapor V, PT Lematang Sentana selaku Terlapor VI dan Ketua Panitia Lelang Barang/Jasa Pembangunan Mall Kota Prabumulih selaku Terlapor VII. KPPU kemudian mengadakan pemeriksaan, di mana berdasarkan pemeriksaan tersebut ditemukan bahwa sebelum diadakannya pelelangan, Terlapor I dengan pemiliknya Ferry Soelisthio merupakan satu-satunya peserta lelang yang melakukan pemaparan/presentasi kepada Plt. Walikota terkait dengan rencananya untuk pembangunan Mall. Berdasarkan saran dari Terlapor VII yang mengacu pada ketentuan PP No. 06 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Terlapor I diminta untuk mencari perusahaan lainnya sebagai peserta pendamping agar jumlah peserta yang mendaftar dapat memenuhi persyaratan yang sah, yaitu minimal 5 (lima) perusahaan yang mendaftar. Untuk keperluan tersebut, Terlapor I kemudian memasukkan ketiga perusahaannya, yaitu Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV. Selain ketiga perusahaannya, Terlapor I juga memasukkan Terlapor V dan Terlapor VI untuk menjadi peserta lelang. Ferry Soelisthio juga sudah menjual rencana kios-kios kepada para pedagang dari Prabumulih maupun dari Palembang atas nama rekening Terlapor III. Tindakan ini merupakan tindakan yang memastikan bahwa salah satu perusahaan milik Ferry Soelistiho adalah pemenang dalam lelang tersebut.

Dalam pemeriksaan, ditemukan juga bahwa Ferry Soelisthio meminta Freddy Effendy untuk mewakili Alex Suherman (Direktur PT. Alexindo Sekawan) dan Andy mewakili Jusuf Chandra (Direktur dan Pemilik PT. Lematang Sentana) yang berperan sebagai pendamping PT. Prabu Makmur. Jusuf Chandra mengaku tidak pernah mengikuti lelang. Semua dokumen penawaran PT. Lematang Sentana sebagian ada yang dipalsukan, dan Alex Suherman juga pernah meminjam dokumen perusahaan tersebut yang berisi company profile, SBU, SIUP, dan dokumen lainnya.

Pada 10 Oktober 2006, Panitia mengumumkan pelelangan umum dengan mengundang investor untuk mengikuti lelang pembangunan Mall. Terdapat tujuh perusahaan yang mendaftar dan mengambil dokumen, serta memasukkan dokumen penawaran, yaitu Terlapor I s/d Terlapor VI, dan PT Tiga Reka Persada (selanjutnya PT TRP). Lelang pertama ini gagal karena dari seluruh peserta tidak ada yang sah sehingga panitia mengusulkan kepada Walikota Prabumulih untuk diadakan pelelangan ulang. Pada 3 November 2006, panitia kembali mengumumkan lelang, dan tujuh perusahaan yang merupakan peserta yang sama dengan lelang pertama memasukkan dokumen penawaran.45 Tanggal 20 November 2006 dilakukan pembukaan penawaran terhadap 7 perusahaan yang telah memasukkan dokumen penawaran, yang hasilnya:













Tabel 2:
Penawaran Para Peserta Tender Prabumulih

No
Peserta
Harga
Penawaran (Rp) Kontribusi

1
PT MPP
78.234.424.000
600.000.000

2
PT Prabu Makmur
89.688.340.000
4.000.000.000

3
PT SMP
90.138.260.000
3.000.000.000

4
PT TRP
76.000.000.000
1.080.000.000

5
PT Lematang Sentana
85.463.500.000
570.000.000

6
PT Alexindo Sekawan
73.825.000.000
610.000.000

7
PT Putra Prabu
91.474.500.000
7.500.000.000



Pada pembukaan dokumen penawaran, surat penawaran dari PT Putra Prabu dan PT TRP nilai penawaran angka dengan huruf tidak sama.47 Surat penawaran PT Putra Prabu kemudian dinyatakan tidak sah karena hal tersebut, padahal penawarannya memiliki nilai kontribusi terbesar dan tidak ada ketentuan dalam RKS yang menyatakan bahwa dalam pembukaan dokumen sudah dapat menggugurkan peserta. Selain itu, surat penawaran PT TRP tidak digugurkan, walaupun hal ini disebabkan karena adanya ketidaktelitian ketua panitia lelang dalam melihat dokumen penawaran dari PT TRP.48 Tindakan panitia lelang yang menggugurkan PT Putra Prabu menyebabkan terjadinya potensi kerugian pendapatan Pemerintah Kota Prabumulih sebesar 87,5 miliar rupiah yang berasal dari selisih kontribusi PT Putra Prabu dengan PT Prabu Makmur selama 25 tahun. Pada 21 November 2006, setelah dilakukan evaluasi dokumen terhadap enam peserta lelang, terdapat empat peserta yang dinyatakan tidak lolos evaluasi administrasi, yaitu PT TRP, PT Alexindo Sekawan, PT MPP, dan PT Lematang Sentana. Kemudian pada 28 November 2006, panitia mengusulkan kepada Pengelola lelang pembangunan mall Kota Prabumulih untuk menetapkan pemenang sebagai berikut:
Tabel 3:
Penawaran Para Peserta Tender Prabumulih
Usulan
Peserta
Harga
Penawaran (Rp)

Harga Terkoreksi
(Rp)
Kontribusi

Calon
Pemenang I

PT Prabu
Makmur

89.688.340.000
90.014.371.000
4.000.000.000
Calon
Pemenang II

PT SMP
90.138.260.000
90.483.097.000
3.000.000.000



Berdasarkan usulan tersebut, pada 30 November 2006, Panitia mengumumkan PT Prabu Makmur sebagai pemenang lelang pekerjaan pembangunan mall Kota Prabumulih.

Dalam perkara di atas, Panitia melakukan lelang untuk memilih investor guna pembangunan Pasar Modern Prabumulih. Dalam hal ini, Pemda akan menyerahkan tanahnya kepada investor untuk didirikan mall di atasnya, dan pihak investor mendapatkan hak untuk menyewakan unit-unit mall tersebut, sementara Pemda akan menerima kontribusi setiap tahunnya selama 25 tahun. Melalui Keputusan Walikota Prabumulih Nomor: 367/KPTS/IV/2006 tanggal 5 Oktober 2008 kemudian dibentuk Panitia Lelang Barang/Jasa Pembangunan Mall Kota Prabumulih.50 Berdasarkan Keputusan a quo, Panitia mengumumkan pelelangan umum tentang undangan kepada investor (penyedia barang/jasa) bidang arsitektur sub bidang gedung dan pabrik untuk mengikuti lelang pembangunan mall di kota Prabumulih. Pelelangan umum termasuk cakupan dasar tender dalam Pedoman Pasal 22. Tender ditujukan kepada investor untuk mengajukan penawaran harga dalam rangka pembangunan mall, yaitu untuk membangun mall dan mengoperasikannya dalam kurun waktu tertentu dengan memberikan kontribusi kepada Pemda selama kurun waktu tersebut. Sehingga dalam perkara a quo, tender adalah termasuk dalam pengertian tender untuk menyediakan jasa. Tender dibuktikan dengan adanya pengumuman lelang pembangunan mall oleh Panitia, dan adanya penawaran dari tujuh perusahaan yang mendaftar dan mengambil dokumen serta memasukkan dokumen penawaran, yaitu PT MPP, PT SMP, PT Prabu Makmur, PT TRP, PT Lematang Sentana, PT Alexindo Sekawan, dan PT Putra Prabu.

Pasal 7 ayat (1) Keppres No. 80/2003 telah menetapkan secara limitatif ruang lingkup berlakunya keppres ini, antara lain adalah untuk pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Mengacu kepada pasal tersebut, maka tender pembangunan mall di Kota Prabumulih harus sesuai dengan ketentuan keppres tersebut. Dalam Keppres No. 80/2003 disebutkan bahwa sistem pengadaan barang/jasa dapat dilakukan dengan metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung. Dalam Pedoman Pasal 22, selain metodemetode tersebut, tender juga dapat dilakukan melalui tender terbuka dan tender terbatas. Dalam perkara a quo, tender dilakukan dengan metode pelelangan umum.

UNCTAD menyatakan bahwa tender kolusif pada dasarnya bersifat anti persaingan karena melanggar tujuan tender yang sesungguhnya, yaitu mendapatkan barang dan jasa dengan harga dan kondisi yang paling menguntungkan.53 Kondisi yang paling menguntungkan diperoleh bila penawaran tender dilakukan dengan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil tidak diskriminatif, dan akuntabel, bila tidak maka konspirasi atau persekongkolan dalam penawaran tender dapat terjadi. Hal ini sejalan dengan yang diatur dalam Pedoman Pasal 22, bahwa prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalah transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas dan proses penilaian, serta non-diskriminatif.

Dalam pelaksanaan tender Mall Prabumulih, terdapat perlakuan diskriminatif oleh Panitia, yaitu dengan menyatakan tidak sah surat penawaran PT Putra Prabu karena adanya perbedaan nilai penawaran dalam angka dan huruf, padahal surat penawaran PT TRP yang juga terdapat perbedaan nilai penawaran, namun tidak digugurkan.54 Selain itu, tidak ada ketentuan dalam RKS yang menyatakan bahwa dalam pembukaan dokumen sudah dapat menggugurkan peserta, Panitia menggugurkan PT Putra Prabu hanya berdasarkan kebiasaan.55 Tindakan panitia lelang yang menggugurkan PT Putra Prabu menyebabkan terjadinya potensi kerugian pendapatan Pemerintah Kota Prabumulih sebesar 87,5 miliar rupiah yang berasal dari selisih kontribusi PT Putra Prabu dengan PT Prabu Makmur selama 25 tahun.

Tujuan tender adalah untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga dan kondisi yang paling menguntungkan. Harga yang paling menguntungkan ini termasuk harga terendah atau harga tertinggi. Tender dalam perkara Prabumulih masuk dalam kedua harga tersebut, di mana penawaran yang paling menguntungkan (harga terbaik) dalam memborong suatu pekerjaan adalah penawaran terendah yang ditawarkan peserta tender, dan harga yang paling menguntungkan dalam kontribusi yang dapat diberikan adalah penawaran tertinggi.. Harga terbaik dapat diperoleh apabila ada persaingan dalam mengajukan penawaran harga oleh peserta tender. Namun dalam perkara a quo, tindakan Ferry Soelisthio yang memasukkan ketiga perusahaannya dan dua perusahaan lain dengan maksud untuk dapat memenuhi persyaratan sah jumlah peserta lelang sesuai dengan PP No. 6 Tahun 2006, telah menghilangkan unsur persaingan dalam tender ini. Hal ini dilakukan atas dasar saran dari Panitia yang meminta Ferry Soelisthio untuk mencari pendamping agar syarat sah peserta tender dapat terpenuhi. Sehingga walaupun tender dilakukan dengan pelelangan umum, tetapi prinsip kompetisi dalam tender telah diabaikan.

Review Jurnal Aspek Hukum dalam Ekonomi (3)


Review 3 : Pembahasan

Implementasi Perluasan Istilah
Tender dalam Pasal 22 UU
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Prakt ik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dr. Anna Maria Tri Anggraini, S.H., M.H.

2.      Putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2004 tentang Divestasi Dua Unit Tanker Very Large Crude Carrier PT. Pertamina

Perkara kasus penjualan dua unit tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) Nomor Hull 1540 dan 1541 milik PT Pertamina (selanjutnya divestasi VLCC)31 pada awalnya dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2004 karena adanya dugaan korupsi.32 Namun sebelum KPK menyelesaikan menyelesaikan penyelidikannya, KPPU telah memutus bersalah adanya praktik diskriminasi terhadap
pelaku usaha tertentu dan persekongkolan tender oleh para pihak yang terlibat dalam divestasi VLCC

KPPU melakukan pemeriksaan terhadap divestasi VLCC berdasarkan laporan ke KPPU tanggal 29 Juni dan 9 Juli 2004, terkait adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dalam proses tender divestasi VLCC, yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero - Terlapor I, selanjutnya Pertamina), Goldman Sachs, Pte (Singapore – Terlapor II, selanjutnya Goldman Sachs), Frontline, Ltd. (Terlapor III), PT Corfina Mitrakreasi (Terlapor IV, selanjutnya Corfina), dan PT Perusahaan Pelayaran Equinox (Terlapor V, selanjutnya Equinox). Indikasi yang dilaporkan adalah: pertama, penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger tidak dilakukan melalui proses tender terbuka. Kedua, tidak ada urgensi yang dapat membenarkan penunjukkan langsung Goldman Sachs. ketiga, proses penentuan pemenang divestasi VLCC ditetapkan melalui penilaian yang tidak jelas dan tidak konsisten.34

Penunjukan konsultan (financial advisor dan arranger) divestasi VLCC menjadi embrio persekongkolan tender. Pada saat Goldman Sachs ditunjuk sebagai financial advisor dan arranger, Pertamina telah mempunyai konsultan untuk divestasi VLCC yaitu PT Bahana Securities. Pada 23 Maret 2004, Japan Marines memenangkan tender sebagai konsultan studi kelayakan. Namun pada 10 Mei 2004, PT Bahana Securities diberhentikan dari tugasnya. Pemberhentian tersebut diduga berkaitan dengan penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger pada 23 April 2004.

Penunjukan Goldman Sachs tersebut tidak melalui tender karena adanya alasan mendesak. Padahal, menurut Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina No. 077/C0000/2000/SO tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pertamina/KPS/JOB/TAC (selanjutnya SK 077), metode pengadaan barang/jasa di Pertamina dapat dilakukan dengan cara pelelangan, pemilihan langsung, penunjukan langsung, dan swakelola. Definisi ‘keadaan mendesak’ menurut Bab IV huruf A angka 3 huruf c angka 10 SK 077 adalah pekerjaan yang sifatnya mendadak (di luar rencana) yang apabila tidak dilaksanakan akan mengakibatkan kerugian yang lebih besar. Divestasi VLCC sudah direncanakan sejak 6 April 2004, sehingga penunjukan financial advisor dan arranger bukan pekerjaan yang bersifat mendadak. Selain itu, tidak ada ancaman kerugian yang lebih besar apabila tidak dilakukan dengan metode pengadaan barang/jasa yang lebih kompetitif, terutama mengingat pengadaan barang/jasa untuk financial advisor dan arranger bernilai di atas Rp. 200.000.000,- atau US$ 20.000. Dengan demikian, penunjukan Goldman Sachs sebagai financial advisor dan arranger yang tidak melalui pelelangan adalah melanggar SK 077.

Pada April 2004, berdasarkan rekomendasi yang diberikan Goldman Sachs, Direksi Pertamina memutuskan untuk menjual secara putus atas dua unit VLCC dan membentuk Tim Divestasi.36 Goldman Sachs kemudian mengundang 43 potential bidder. Sampai dengan 25 Mei 2004 pukul 13.00 waktu Singapura, terdapat beberapa perusahaan yang memasukkan penawaran, terdiri dari enam perusahaan yang termasuk dalam daftar undangan dan satu perusahaan yang tidak diundang. Keenam perusahaan itu adalah OSG, Equinox/Frontline, Equinox/Toepfer Transport, Equinox/Worldwide Shipping, Simpson Spencer & Young/Essar Shipping, Ltd., dan Viking Holiday/Euronav Luxemburg. Sementara satu perusahaan yang tidak diundang adalah Equinox/Dorian (Hellas) SA.

Pembukaan bid pertama dilakukan di kantor Goldman Sachs (Singapura) pada 25 Mei 2004 dengan dihadiri oleh seluruh peserta, Pertamina, ketua dan beberapa anggota Tim Divestasi Pertamina, serta notaris. Hasil evaluasi Goldman Sachs atas penawaran pertama yang dipresentasikan di kantor Pertamina pada 26 Mei 2004, terdapat empat potential bidders, yaitu Essar, Frontline, OSG, dan Worldwide Shipping. Namun menurut Direksi Pertamina hanya terdapat tiga potential bidder, yaitu Essar (US$ 183 juta), Frontline (US$ 175 juta), dan OSG (US$ 162 juta).

Setelah penawaran pertama, dilakukan enhancement bid dengan batas waktu paling lambat 7 Juni 2004 pukul 13.00 waktu Singapore. Pembukaan enhancement bid dilakukan pada waktu tersebut tanpa dihadiri oleh Tim Divestasi Pertamina. Harga penawaran dari shortlisted bidder adalah Essar US$ 183,5 juta, Frontline US$ 178 juta, dan OSG US$ 170 juta.

Tabel 1:
Hasil Penilaian Goldman Sachs Atas Enhancement Bid37

Bidder
Price US$

Complience
with Payment
Terms

Proof of
Financing
Reputation/
Profile
Total


80%
10%
5%
5%
100%

Essar
183,5 juta
(80%)
7,5%
4%
4%
95%

Frontline
178 juta
(78%)
10%
5%
5%
98%

OSG
162 juta
(74,1%)
10%
5%
5%
94,1%



Rendahnya nilai Essar terletak pada aspek complience with payment terms, yaitu adanya keraguan mengenai kemampuan membayar down payment sebesar 20%. Kemudian pada 8 Juni 2004, Direksi Pertamina memerintahkan Goldman Sachs untuk mengirimkan surat kepada Essar guna menanyakan kemampuannya dalam membayar down payment. Direksi Pertamina memutuskan apabila ada konfirmasi dari Essar, maka Essar akan ditetapkan sebagai pemenang. Atas klarifikasi yang dilakukan Goldman Sachs, Essar memberikan jawaban melalui fax tertanggal 8 Juni 2004 kepada Direktur Utama Pertamina dengan tembusan kepada Goldman Sachs, yang isinya menyatakan Essar dapat memasukkan down payment paling cepat dalam waktu sepuluh hari kerja bank. Fax diterima oleh Goldman Sachs, namun Pertamina tidak pernah menerimanya. Konfirmasi dari Essar menjadi urgen untuk mengungkap adanya persekongkolan tender. Ketika Tim Divestasi menanyakan tentang konfirmasi dari Essar, Goldman Sachs
menjawab bahwa konfirmasi tersebut belum diterima.

 Pada 9 Juni 2004 pukul 19.55 WIB (6.55 PM waktu Singapura), Nick Froude (salah seorang staf Equinox) mengirimkan e-mail kepada Frontline yang pada intinya menyatakan belum adanya kesepakatan mengenai harga VLCC dengan melampirkan draf Sale and Purchase Agreement (SPA) penawaran kedua. Kemudian, di hari yang sama, sekitar pukul 21.00, Equinox mengirimkan penawaran ketiga dari Frontline senilai US$ 184 juta, sehingga merubah posisi Frontline menjadi tertinggi baik dari sisi harga dan total skor. Kemudian dalam rapat tanggal 10 Juni 2004,39 Goldman Sachs menyatakan Frontline sebagai pemenang tender. Pada kesempatan itu, Direktur Pertamina menanyakan kemungkinan memberikan kesempatan yang sama kepada Essar dan OSG untuk memasukkan penawaran ketiga. Namun hal tersebut “ditolak” oleh Goldman Sachs dengan alasan bahwa apabila hal tersebut dilakukan, maka tidak cukup waktu untuk menyelesaikan tender sampai dengan Juni 2004.40 Dalam hal ini, Goldman Sachs telah menetapkan standar ganda. Alasan tidak cukup waktu adalah tidak tepat karena ada rentang waktu dua hari antara penawaran kedua dan ketiga41 dari Frontline, sehingga dimungkinkan bagi Essar dan OSG untuk juga memasukkan penawaran ketiga. Pernyataan Goldman Sachs bahwa penawaran Frontline merupakan penawaran optimal yang dapat diterima Pertamina bertentangan dengan fakta bahwa nilai penawaran Frontline lebih rendah dari Essar dengan selisih US$ 8 juta pada penawaran pertama dan US$ 5,5 juta pada penawaran kedua. Ini artinya, penawaran pertama dan kedua Frontline tidak pernah sama atau melebihi penawaran Essar. Selisih harga penawaran yang hanya terpaut US$ 500 ribu membuat Tim Divestasi mengeluarkan pernyataan kemungkinan adanya kebocoran atas harga penawaran Essar. Tidak ada reaksi dari Pertamina atas kecurigaan tersebut, Pertamina tetap memutuskan Frontline sebagai pemenang tender divestasi VLCC berdasarkan penawaran ketiga Frontline.

Perkara tersebut oleh KPPU dianggap merupakan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persekongkolan Tender. Sementara itu, dalam Penjelasannya dinyatakan, bahwa tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Jika  ditinjau secara sempit, maka tender divestasi VLCC tidak termasuk dalam cakupan pengertian tender, karena hal tersebut merupakan kegiatan penjualan barang dan bukan kegiatan tender pengadaan barang dan jasa.42 Tender divestasi VLCC juga tidak termasuk dalam ketentuan Keppres No. 80/2003,43 karena pelaksanaannya tidak menggunakan biaya APBN/APBD. Namun demikian, Penjelasan Pasal 22 tersebut tidak memberikan batasan dan tidak menjelaskan maksud pengadaan barang. Penafsiran yang luas istilah tender dalam perkara di atas memperlihatkan bahwa divestasi VLCC termasuk dalam kategori tender, dimana Pedoman Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 memberikankan batasan luas tentang istilah tender.